By : H. Bambang WIjonarso
email : bambang_wijonarso@yahoo.com

Bentuk pengabdian ini ditandai dengan istilah Islam, dimana pengertian Islam adalah tunduk/patuh dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada ketentuan Allah SWT (disebut perintah Allah). Mentaati perintah berarti juga Ibadah, dimana Ibadah mencakup beberapa aspek yaitu secara Aqidah berarti mentauhidkan Allah (Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rosul Allah) secara Fiqih berarti menegakkan hukum-hukum Allah, secara Akhlaq berarti berprilaku sesuai dengan tuntutan Allah swt, secara Tasawwuf melebur jiwa dengan ketentuan Allah, sehingga secara subtansial adalah seluruh aktifitas yang diniatkan karena Allah swt dan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah.
Melihat fenomena manusia dewasa ini sangatlah gampang, statmen dilahirkan bahwa kerja adalah Ibadah..!, kebaikan adalah Ibadah..! akan tetapi jauh dari aspek-aspek tersebut diatas semisal lebih mengedepankan penilaian manusia dan golongan dari pada penilaian Allah dan Rosulnya (lebih takut kepada manusia daripada Allah). Begitu pula dalam melahirkan penilaian sebuah kebaikan dan keburukan tanpa dialandasi aturan Allah dan Rosulnya lebih kepada akal dan pemikiran belaka, padahal kita mengetahui keterbatasan akal sangatlah lemah (kayu yang lurus dimasukkan kedalam air saja terlihat bengkok). Coba kalau ada panggilan adzan (hayya ala sholaa/marilah kita sholat) hampir kebanyakan manusia saat itu pendengarannya pura-pura tidak mendengar atau cuek-cuek saja dan hatinya selalu memafkan dirinya (n’tar saja khan lagi sibuk, meeting, bisnis dsb), sehingga anggota tubuhnya lambat bergerak atau tidak bergerak menuju panggilan Allah, seribu alasan tercipta dengan membuat aturan sendiri. Perlu diketahui bahwa seluruh rangkaian aktifitas hidup manusia pada asalnya diperbolehkan sampai ada dalil/keterangan yang melarangnya dan juga seluruh aktifitas ibadah maghdo pada dasarnya dilarang kecuali ada dalil/keterangan yang membolehkannya, tentunya semua ini harus dengan Ilmu Agama, bagaimana manusia yang minim sampai yang tidak mau tahu dengan ilmu agama sedangkan mereka hidup menjalankan aktifitas. Sehingga Allah menyampaikan dalam firmannya
Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (Qs. At Taubah [9] : 24).
Sebagai gambaran bentuk pengabdian manusia kepada hal duniawi seperti perjalanan upaya manusia dalam proses mengoptimalkan keberhasilan suatu bisnis unit tertentu sangat kental dengan apa yang namanya Visi dan Misi serta Objective dari suatu perusahaan yang selanjutnya dijawantahkan dalam perangkat alat antara lain Modal Kerja, Struktur Organisasi, Biaya Operasional, biaya pemasukan, pengawasan dan analisa. Dalam pelaksanaannya sangat dibutuhkan laporan-laporan baik harian, mingguan, bulanan dan tahunan. Seluruh perangkat alat tersebut sangatlah berpengaruh dari kopetensi sumber daya manusia dan gaya kepemimpinan serta kebijakan suatu perusahaan. Sungguh banyak manusia yang sukses membawa bisnis duniawi dengan meningkatkan kemampuan diri dan bekerja team sehingga hal ini dapat dikatakan mengoptimalkan pengabdian diri yang sangat sukses.
Akan tetapi bagaimana dengan mengoptimalkan pengabdian diri kepada Allah swt yang kebanyakan manusia gagal, hal ini sangatlah terasa disaat aksesoris dunia (jabatan, popularitas, harta) sudah tidak dipegangnya lagi, boleh jadi karena factor alami sakit atau tua. Ingat yang masuk surga nya Allah sangat sedikit marilah kita berdo’a termasuk menjadi manusia yang sedikit.
Indikator keberhasilan sebuah pengabdian kepada Allah adalah :
Jika berhasil maka factor dominan menyeliputi kehidupannya dengan sisi kebaikan dan jika gagal maka melahirkan sifat-sifat keburukan. Maka sudah selayaknya sekicil apapun sifat buruk jangan dipelihara, akan tetapi sekicil apapun sifat baik harus dipelihara dan dipertahankan. Kebaikan dan keburukan tentunya ukurannya menurut Allah dan Rosulnya bukan akal dan pikiran manusia, bagaimana caranya tentunya dengan terus menerus belajar, mengkaji dan menuntut “Ilmu” Allah (Al Qur’an dan Al Hadis) sejak buaian sampai kematian menghampirinya, maka beruntunglah manusia yang senang berinteraksi dengan Al Qur’an dan Hadis dan bersegeralah bertaubat yang jauh dari pegangan hidup (Al Qur’an dan Hadis), jangan tunggu malaikat pencabut nyawa (Israil) menemui kita dalam keadaan sedang mengabdi kepada dunia dengan aksesorisnya (Jabatan, kekayaan dan harta) lalai kepada negeri akherat.
Wallahu a’lam bish-shawab
Renungan HAti
Bambang Wijonarso
Tidak ada komentar:
Posting Komentar