Selasa, 06 Desember 2011

Aqiqah


Aqiqah.
By : Abu Alby Bambang Wijonarso
Blog : http//:dakwahrenunganhati.blogspot.com
pmkia@kiaceramics.com

                                                 
         Dalam masyarakat Islam, tradisi upacara Akikah Anak biasanya dihubungkan dengan upacara pencukuran rambut dan penamaan anak. Hal tersebut didasarkan pada hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh at-Tirmizi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Hasan dari Samurah yang artinya: “ Setiap anak tergadai dengan akikahnya. Pada hari ketujuh ia disembelihkan akikah/Kambing Akikah itu, rambutnya dicukur, dan diberi nama.” Upacara tersebut merupakan reaksi Islam terhadap tradisi Jahiliah. Sebelum Islam datang, setiap kepala anak yang baru lahir biasa dinodai dengan darah binatang sembelihan, kemudian kebiasaan ini dibatalkan oleh Islam dan diganti dengan Aqiqah Anak.

        Aqiqah adalah sembelihan kurban yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas kelahiran seorang bayi. Jumhurul ulama menyatakan bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkaddah baik bagi bayi laki-laki maupun bayi perempuan. Pelaksanaannya dapat dilakukan pada hari ke tujuh , keempat belas, dua puluh satu atau pada hari-hari yang lainnya yang memungkinkan. Dari Ummi Kurz Al-Ka’biyyah, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang berdekatan umurnya dan untuk anak perempuan satu ekor kambing.

       Sehingga urutan prosesi persiapan mempunyai anak adalah pertama, banyak berdo’a saat awal berhubungan suami istri, saat kehamilan,saat kelahiran, balita, anak-anak, remaja sampai dewasa pun dengan doanya :
                              
"Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa (Qs Al Furqaan [25] : 74).


Kedua,  “Aqiqah” Daging hasil sembelihan aqiqah tersebut boleh dibagikan kepada siapa saja dan tidak ada pembagian proporsi untuk yang melaksanakannya, sebagaimana halnya hewan qurban. Bahkan dalam aqiqah, orang yang melakukan aqiqah diperbolehkan memakan semuanya.Akan tetapi, sebagaimana sunah Rasulullah SAW, hendaklah daging tersebut dibagikan kepada para tetanga, baik yang miskin maupun kaya, sebagai ungkapan rasa syukur orang yang melaksanakannya, serta mudah-mudahan mereka yang menerima akan tergerak hatinya untuk mendoakan kebaikan bagi anak tersebut.
Secara ketentuan, daging aqiqah disunnah dibagikan dalam bentuk makanan matang siap santap. Ini berbeda dengan daging hewan qurban yang disunnahkan untuk dibagikan dalam keadaan mentah.

Ketiga, “Mencukur rambut” Mengenai faedah dari mencukur rambut bayi tersebut, Ibnu Al-Qoyyim berkata: Mencukur rambut adalah pelaksanaan perintah Rasulullah SAW untuk menghilangkan kotoran. Dengan hal tersebut kita membuang rambut yang jelek/lemah dengan rambut yang kuat dan lebih bermanfaat bagi kepala dan lebih meringankan untuk si bayi. Dan hal tersebut berguna untuk membuka lubang pori-pori yang ada di kepala supaya gelombang panas bisa keluar melaluinya dengan mudah di mana hal tersebut sangat bermanfaat untuk menguatkan indera penglihatan, penciuman dan pendengaran si bayi. Kemudian rambut yang telah dipotong tersebut ditimbang dan kita disunahkan untuk bersedekah dengan perak sesuai dengan berat timbangan rambut bayi tersebut. Ini sesuai dengan perintah Rasulullah SAW kepada puterinya Fatimah RA: Hai Fatimah, cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak sesuai dengan berat timbangan rambutnya kepada fakir miskin.
        Akan tetapi perlu diperhatikan rambut bayi harus dicukur habis pada keseluruhan bagian kepala tdk boleh hanya mencukur habis pada sebagian kepala saja dan membiarkan bagian yg lain yg diistilahkan dgn qaza’. Berkenaan dgn larangan ini ‘Abdullah ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma mengatakan: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallammelarang dari qaza’.
‘Ubaidullah bin Hafsh salah seorang rawi hadits ini menerangkan lbh lanjut tentang pengertian qaza’ rambut bayi dicukur lalu disisakan bagian ubun-ubun dan kedua samping kepala. Qaza’ ada beberapa bentuk. Ada yg dicukur beberapa tempat saja ada yg dicukur rambut bagian tengah dan disisakan bagian samping sebagaimana yg dilakukan oleh para penjaga gereja di kalangan Nashara ada yg dicukur rambut bagian samping dan disisakan bagian tengah seperti orang2 gembel dan orang rendahan ada pula yg dicukur rambut bagian depan dan disisakan bagian belakang kepala. Ini semua termasuk bentuk qaza’.
setelah turun syariat Islam seperti yg dikisahkan oleh Buraidah radhiallahu ‘anhu:
“Dulu ketika kami masih dlm masa jahiliyah apabila lahir anak salah seorang di antara kami maka dia menyembelih kambing dan mengoleskan darah ke kepala bayi itu. maka ketika Allah datangkan Islam kami menyembelih kambing mencukur rambut bayi dan mengolesi kepala dgn za’faran .”Ini juga menunjukkan disenangi mengoleskan za’faran atau jenis wewangian yg lain pada kepala bayi setelah dicukur.

Keempat, “Pemberian Nama” Nama bagi seseorang sangatlah penting. Ia bukan hanya merupakan identitas pribadi dirinya di dalam sebuah masyarakat, namun juga merupakan cerminan dari karakter seseorang. Rasululloh SAW menegaskan bahwa suatu nama sangatlah identik dengan orang yang diberi nama. Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi SAW beliau bersabda, Kemudian Aslam semoga Allah menyelamatkannya dan Ghifar semoga Allah mengampuninya

Ibnu Al-Qoyyim berkata, Barangsiapa yang memperhatikan sunah, ia akan mendapatkan bahwa makna-makna yang terkandung dalam nama berkaitan dengannya sehingga seolah-olah makna-makna tersebut diambil darinya dan seolah-olah nama-nama tersebut diambil dari makna-maknanya. Dan jika Anda ingin mengetahui pengaruh nama-nama terhadap yang diberi nama maka perhatikanlah hadis di bawah ini: Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari kakeknya ra., ia berkata: Aku datang kepada Nabi SAW, beliau pun bertanya, Siapa namamu? Aku jawab, Hazin. Nabi berkata, Namamu Sahl. Hazn berkata, Aku tidak akan merobah nama pemberian bapakku. Ibnu Al-Musayyib berkata, Orang tersebut senantiasa bersikap keras terhadap kami setelahnya.

Oleh karena itu, Rasululloh SAW memberikan petunjuk nama apa saja yang sebaiknya diberikan kepada anak-anak kita. Antara lain: Dari Ibnu Umar Ra ia berkata: Rasululloh SAW telah bersabda, Sesungguhnya nama yang paling disukai oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.

Dari Jabir ra. dari Nabi SAW beliau bersabda, Namailah dengan namaku dan janganlah engkau menggunakan kun-yahku .
Memakai nama dari asmaul husna tanpa didahului kata abdul memang akan mengacaukan. Sebab asmaul husna itu nama Allah, maka tidak boleh menamakan manusia dengan nama-nama Allah, kecuali dengan menambahkan sebagai hamba Allah dan sejenisnya. Tidak harus lafadz Abdul, yang penting bukan langsung nama Allah. Misalnya, Muhibbullah yang artinya orang yang mencintai Allah. Atau Habiburrahman yang artinya orang yang dicintai Allah Yang Maha Rahman.


Pelajaran Penting Seputar Aqiqah

Hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad dan seharusnya tidak ditinggalkan oleh orang yang mampu melakukannya.
Aqiqah bagi anak laki-laki afdholnya dengan dua ekor kambing, namun dengan seekor kambing juga dibolehkan. Sedangkan aqiqah bagi anak perempuan adalah dengan seekor kambing.

Waktu utama aqiqah adalah hari ke-7 kelahiran, kemudian hari ke-14 kelahiran, kemudian hari ke-21 kelahiran, kemudian setelah itu terserah tanpa melihat hari kelipatan tujuh. Pendapat ini adalah pendapat ulama Hambali, namun dinilai lemah oleh ulama Malikiyah. Jadi, jika aqiqah dilaksanakan sebelum atau setelah waktu tadi sebenarnya diperbolehkan. Karena yg penting adalah aqiqahnya dilaksanakan. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/383)

Aqiqah asalnya menjadi beban ayah selaku pemberi nafkah. Aqiqah ditunaikan dari harta ayah, bukan dari harta anak. Orang lain tidak boleh melaksanakan aqiqah selain melalui izin ayah. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/382)

Imam Asy Syafi’i mensyaratkan bahwa yang dianjurkan aqiqah adalah orang yang mampu. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/382)
Apabila ketika waktu pensyariatan aqiqah (sebelum dewasa), orang tua dalam keadaan tidak mampu, maka aqiqah menjadi gugur, walaupun nanti beberapa waktu kemudian orang tua menjadi kaya. Sebaliknya apabila ketika waktu pensyariatan aqiqah (sebelum dewasa), orang tua dalam keadaan kaya, maka orang tua tetap dianjurkan mengaqiqahi anaknya meskipun anaknya sudah dewasa.

Imam Asy Syafi’i memiliki pendapat bahwa aqiqah tetap dianjurkan walaupun diakhirkan. Namun disarankan agar tidak diakhirkan hingga usia baligh. Jika aqiqah diakhirkan hingga usia baligh, maka kewajiban orang tua menjadi gugur. Akan tetapi ketika itu, anak punya pilihan, boleh mengaqiqahi dirinya sendiri atau tidak. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/383)
Perhitungan hari ke-7 kelahiran, hari pertamanya dihitung mulai dari hari kelahiran. Misalnya si bayi lahir pada hari Senin, maka hari ke-7 kelahiran adalah hari Ahad. Berarti hari Ahad adalah hari pelaksanaan aqiqah. [Keterangan Syaikh Ibnu Utsaimin lainnya, Liqo-at Al Bab Al Maftuh, kaset 161, no. 24]

Pendapat yang menyatakan, “Jika seseorang anak tidak diaqiqahi, maka ia tidak akan memberi syafaat kepada orang tuanya pada hari kiamat nanti”, ini adalah pendapat yang lemah sebagaimana dilemahkan oleh Ibnul Qayyim. [Keterangan Syaikh Ibnu Utsaimin lainnya, Liqo-at Al Bab Al Maftuh, kaset 161, no. 24]

Demikian pembahasan ringkas mengenai aqiqah. Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, keluarga, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga akhir zaman.
 


Hikmah-hikmah Akikah

1. Qurban Akikah Merupakan kurban yang mendekatkan anak kepada Allah swt    
    sejak masa awal menghirup udara kehidupan.

2. Qurban Akikah Merupakan tebusan bagi anak untuk memberikan syafaat pada       
    hari akhir kepada kedua orang tuanya.

3. Akikah Anak Mengokohkan tali persaudaraan dan kecintaan di antara warga
    masyarakat dengan berkumpul di satu tempat dalam menyembut kehadiran
    anak yang baru lahir.

4. Qurban Aqiqah Merupakan sarana yang dapat merealisasikan prinsip-prinsip
    keadilan sosial dan menghapuskan gejala kemiskinan di dalam masyarakat,
    misalnya dengan adanya Daging Akikah/Kambing Akikah yang dikirim kepada
    fakir miskin.

Wallahu a’lam bish-shawab.
Renungan HAti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar