Senin, 01 Juni 2009

Tugas Manusia (bagian ke-2)

By : H. Bambang Wijonarso
Email : bambang_wijonarso@yahoo.com


Perlunya manusia mengetahui tugas (Job description) untuk dapat mengarungi kehidupan dengan keselamatan baik didunia maupun diakherat adalah sebagai “Khalifah” (pemimpin) dimuka bumi. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. .(Qs Al Baqarah [2] : 30). Dari ayat ini jelaslah sudah bahwa manusia diciptakan sebagai wali Allah dimuka bumi dimana Allah memberikan sarana dan prasarana baik dari kemampuan manusia itu sendiri maupun dengan apa yang tercipta dialam semesta ini seperti adanya angin, tumbuh-tumbuhan, binatang, udara, air dan bumi yang bermanfaat (hasil tambang/emas, perak, tembaga, minyak bumi, batu bara dsb).

     Setelah manusia diangkat dimuka bumi ini sebagai wali Allah maka sudah seharusnyalah dalam berprilaku harus sesuai dengan apa maunya Allah bukan seenaknya menurut akal dan hawa nafsunya sendiri. Tentunya banyak pertanyaan-pertanyaan kepada manusia apa kita selama ini menjadi wali Allah ? atau menjadi wali syaitan/hawa nufsu ? , hal ini harus melalui proses muhasabah (introspeksi) secara total dan menyeluruh dengan didasari atas “Ilmu agama” yang tentunya sangatlah susah, sulit dan berat bagi yang tidak mendapatkan atau tidak membutuhkan hidayah Allah, akan tetapi bagi yang selalu berharap dan menggapai hidayah Allah akan sangatlah mudah.

Sebelum diciptakannya manusia, mahluk Allah yang namanya malaikat sudah sangat khawatir dan ketakutan apakah mungkin dan bisa manusia mengemban tugas-tugas Allah dimuka bumi? Hal ini difirmankan Allah sbb : Mereka (malaikat) berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Qs Al Baqarah [2]2:30).

Melihat kekhawatiran para malaikat sangatlah terbukti dewasa ini dimana banyaknya kerusakan telah terjadi baik kerusakan alam semesta seperti penggundulan atau eksplorasi dan eksplotasi besar-besaran atas hutan dan ketidak seimbangan pembangunan beton-beton raksasa maupun kerusakan moral manusia dengan melahirkan kekayaan individu atau golongan (via Korupsi, kolusi dan nepotisme). Munculnya pembunuhan-pembunuhan, perkelahian antar golongan, suku bahkan peperangan antar bangsa. Saling berebut dan merasa bangsa yang nomer satu didunia, terciptanya ekonomi yang hanya menguntungkan sebanyak-banyaknya bagi golongan tertentu dan serendah-rendahnya bagi golongan yang lain.  

  Jelaslah sudah apa yang sangat dikhawatirkan para malaikat Allah terjadi, sekarang kalau manusia mau kembali kepada aturan Allah dan rosulnya tentunya insyaAllah tidak akan terjadi kekhawatiran para malaikat, bagaimana caranya hal ini difirmankan Allah (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Qs AL Hajj [22]:41). Ayat ini menggambarkan bahwa manusia sebagai wali Allah tentunya harus mengedepankan keimanan dan ketakwaan individu dan social itulah syarat utama menjadi wali Allah kalau tidak tentunya pasti wali syaitan atau wali hawa nafsu.

Bagaimana fenomena manusia yang mempunyai jabatan tinggi dan sangat berpengaruh untuk kebaikan manusia akan tetapi tidak mempunyai keimanan dan ketakwaan yang melahirkan amalan-amalan yang sangat tipis, ringan dan rendah dihadapan Allah maka hal ini merupakan ujian bagi manusia siapa diantara yang lulus atau gagal sebagaimana digambarkan dalam firmannya Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs Al An anaam [6]:165). Marilah segera bertaubat karena pengadilan Allah sangat adil, tidak mendzolimi, tegas dan manusiapun sangat mengakui atas kesalahan-kesalahannya.

Perlu diketaui klasifikasi pemimpin/wali menurut Allah tentunya sesuai dengan kemampuan dalam kepemimpinannya diantaranya pemimpin sebuah bangsa, pemimpin sebuah organisasi/golongan/partai/perusahaan dan pemimpin keluarga adalah bapak, pemimpin anak-anak dan rumah adalah ibu serta yang paling kecil adalah memimpin dirinya sendiri. Hal ini telah disabdakan oleh Rosulullah saw : Hadis riwayat Ibnu Umar ra.: Dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda: Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin. Seorang raja yang memimpin rakyat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka. Seorang istri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. (Shahih Muslim No.3408).

  Marilah sudah saatnya seluruh manusia sebagai khalifah atau wali Allah untuk totalitas merenung, muhasabah dan introspeksi diri berbuat maksimal untuk beramal soleh menegakkan kebenaran menurut Allah dan RosulNya sehingga apa yang dikhawatirkan para malaikat dapat diminimalkan dan tidak terjadi pada diri kita. Dan jangan sampai kita menyesal dikemudian hari (saat di yaumil hisab) dimana Allah telah meemberikan warning, kepada manusia dengan firmannya : Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayatKu dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir. (Qs. Al An'aam [6]:130).

Wallahu alab bish-shawab 

Renungan HAti

Bambang Wijonarso

Tidak ada komentar:

Posting Komentar