Renungan HAti
by : Abu Alby Bambang Wijonarso
dakwahrenunganhati.blogspot.com
شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ ۚ
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil) (Qs. Al Baarah [2] : 185).
Jelaslah sudah tujuan ditetapkannya Al Qur’an yaitu sebagai kurikulum/petunjuk hidup manusia didunia karena Al Qur’anlah yang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil sehinga orang yang memegangnya dengan teguh dan sekuat tenaga dengan harta dan jiwa maka akan selamat sampai tujuan baik hidup didunia maupun kelak diakherat. Tidak ada ketetapan bahwa Al Qur’an hanya untuk ulama, khyai, ustad dan ahli ibadah akan tetapi untuk seluruh umat manusia didunia ini, apalagi untuk orang yang mengaku dirinya beragama Islam, muslim dan beriman begitu pula seorang Ulama, khyai, ustad tentunya merupakan kewajiban tanpa reserve yang diembannya sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Bagaimana pandangan manusia dalam menyikapi Al Qur’an dapat didefinisikan kedalam tiga kelompok yang mana hal ini tercantum dalam firmanNya
ثُمَّ أَوْرَثْنَا ٱلْكِتَٰبَ ٱلَّذِينَ ٱصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِۦ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌۢ بِٱلْخَيْرَٰتِ بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَضْلُ ٱلْكَبِيرُ
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (Qs Faatir [35] : 32).
Pertama, orang yang menganiaya dirinya sendiri ialah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya, contohnya jika ayat-ayat Al Qu’ran sudah dijadikan mantra-mantra atau jimat (khurafat) hal ini bayak terjadi dikalangan masyarakat dengan perantara dukun, paranormal, orang pintar ,orang tua, guru silat dsb memakai ayat-ayat Al Qur’an untuk menyelesaikan suatu persoalan, padahal Allah sangat melarangnya dan pebuatan itu termasuk syirik (tidak akan diampuni dosanya selain bertaubat) hal ini digambarkan dengan firmanNya
وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ
"Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi (Qs. Az Zumar [39] : 65).
Kedua, orang pertengahan ialah orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya (tidak maju tidak mundur), Sebagai contoh rajin ibadah tapi rajin juga maksiat (ghibah, fitnah, korupsi, berdusta, riya, sombong, aktifitas yang tidak bermanfaat dsb). Biasanya orang semacam ini dalam melaksanakan ibadah hanya sebatas menggugurkan kewajiban yang penting sudah sholat, puasa, zakat dan haji yang lainnya yach terserah saya. Dan tujuan ditetapkannya kewajiban syariat tidak tercapai (karena keilmuan, taqklid/ikut-ikutan, gengsi, atau malas).
Ketiga, sedang yang dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan. Contohnya orang semacam ini tidak hanya sekedar menggugurkan kewajiban syariat akan tetapi sangat konsisten dalam menuntut ilmu agama selalu berusaha untuk membaca, memahami, mengkaji, melaksanakan, mendawamkan dan menda’wahkannya. Mottonya minimal ada dua yaitu “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini” serta “Orang yang terbaik diantara kalian adalah yang bermanfaat untuk orang lain”.
Kelompok orang yang beriman dan munafik dalam menyikapi ayat-ayat Allah (Al qur’an) pun ada penilaian dari Rosululah dengan hadisNya dari Abu Musa Al-Asy’ari r.a katanya Rosulullah saw bersabda :
عن أَبي موسى الأشْعريِّ رضي اللَّه عنهُ قال : قال رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « مثَلُ المؤمنِ الَّذِي يقْرَأُ القرآنَ مثلُ الأُتْرُجَّةِ : ريحهَا طَيِّبٌ وطَعمُهَا حلْوٌ ، ومثَلُ المؤمنِ الَّذي لا يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمثَلِ التَّمرةِ : لا رِيح لهَا وطعْمُهَا حلْوٌ ، ومثَلُ المُنَافِق الذي يَقْرَأُ القرْآنَ كَمثَلِ الرِّيحانَةِ : رِيحها طَيّبٌ وطَعْمُهَا مرُّ ، ومَثَلُ المُنَافِقِ الذي لا يَقْرَأُ القرآنَ كَمَثلِ الحَنْظَلَةِ : لَيْسَ لَها رِيحٌ وَطَعمُهَا مُرٌّ » متفقٌ عليه
Perumpamaan orang mu’min yang suka membaca Al Quran ialah seperti buah jeruk Utrujah baunya enak dan buahnya pun enak. Perumpamaan orang mu’min yang tidak suka membaca Al Qur’an ialah seperti buah kurma tidak ada baunya tapi rasanya manis/enak. Perumpamaan orang munafik yang suka membaca Al Qur’an ialah seperti minyak wangi harum baunya enak sedangkan rasanya pahit. Perumpamaan orang munafik yang tidak suka membaca Al Qur’an ialah sepeerti rumput hamzolah tidak ada baunya dan rasanya pahit (Muttafaq’alaih).
Marilah kita terus belajar menuntut ilmu Al Qur’an tentunya sesuai dengan kesanggupannya masing-masing sehingga Allah SWT akan menurunkan kebaikan yang banyak kepada kita baik diberi jalan, mudah melaksanakan dan mendawamkan hal-hal kebaikan, sehingga kita termasuk kelompok yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan (“Sabiqum bilhoirah”).
Wallahua’lam bish-shawab.
Renungan HAti
Abu Alby Bambang Wijonarso
by : Abu Alby Bambang Wijonarso
dakwahrenunganhati.blogspot.com
شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ ۚ
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil) (Qs. Al Baarah [2] : 185).
Jelaslah sudah tujuan ditetapkannya Al Qur’an yaitu sebagai kurikulum/petunjuk hidup manusia didunia karena Al Qur’anlah yang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil sehinga orang yang memegangnya dengan teguh dan sekuat tenaga dengan harta dan jiwa maka akan selamat sampai tujuan baik hidup didunia maupun kelak diakherat. Tidak ada ketetapan bahwa Al Qur’an hanya untuk ulama, khyai, ustad dan ahli ibadah akan tetapi untuk seluruh umat manusia didunia ini, apalagi untuk orang yang mengaku dirinya beragama Islam, muslim dan beriman begitu pula seorang Ulama, khyai, ustad tentunya merupakan kewajiban tanpa reserve yang diembannya sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Bagaimana pandangan manusia dalam menyikapi Al Qur’an dapat didefinisikan kedalam tiga kelompok yang mana hal ini tercantum dalam firmanNya
ثُمَّ أَوْرَثْنَا ٱلْكِتَٰبَ ٱلَّذِينَ ٱصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِۦ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌۢ بِٱلْخَيْرَٰتِ بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَضْلُ ٱلْكَبِيرُ
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (Qs Faatir [35] : 32).
Pertama, orang yang menganiaya dirinya sendiri ialah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya, contohnya jika ayat-ayat Al Qu’ran sudah dijadikan mantra-mantra atau jimat (khurafat) hal ini bayak terjadi dikalangan masyarakat dengan perantara dukun, paranormal, orang pintar ,orang tua, guru silat dsb memakai ayat-ayat Al Qur’an untuk menyelesaikan suatu persoalan, padahal Allah sangat melarangnya dan pebuatan itu termasuk syirik (tidak akan diampuni dosanya selain bertaubat) hal ini digambarkan dengan firmanNya
وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ
"Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi (Qs. Az Zumar [39] : 65).
Kedua, orang pertengahan ialah orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya (tidak maju tidak mundur), Sebagai contoh rajin ibadah tapi rajin juga maksiat (ghibah, fitnah, korupsi, berdusta, riya, sombong, aktifitas yang tidak bermanfaat dsb). Biasanya orang semacam ini dalam melaksanakan ibadah hanya sebatas menggugurkan kewajiban yang penting sudah sholat, puasa, zakat dan haji yang lainnya yach terserah saya. Dan tujuan ditetapkannya kewajiban syariat tidak tercapai (karena keilmuan, taqklid/ikut-ikutan, gengsi, atau malas).
Ketiga, sedang yang dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan. Contohnya orang semacam ini tidak hanya sekedar menggugurkan kewajiban syariat akan tetapi sangat konsisten dalam menuntut ilmu agama selalu berusaha untuk membaca, memahami, mengkaji, melaksanakan, mendawamkan dan menda’wahkannya. Mottonya minimal ada dua yaitu “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini” serta “Orang yang terbaik diantara kalian adalah yang bermanfaat untuk orang lain”.
Kelompok orang yang beriman dan munafik dalam menyikapi ayat-ayat Allah (Al qur’an) pun ada penilaian dari Rosululah dengan hadisNya dari Abu Musa Al-Asy’ari r.a katanya Rosulullah saw bersabda :
عن أَبي موسى الأشْعريِّ رضي اللَّه عنهُ قال : قال رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « مثَلُ المؤمنِ الَّذِي يقْرَأُ القرآنَ مثلُ الأُتْرُجَّةِ : ريحهَا طَيِّبٌ وطَعمُهَا حلْوٌ ، ومثَلُ المؤمنِ الَّذي لا يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمثَلِ التَّمرةِ : لا رِيح لهَا وطعْمُهَا حلْوٌ ، ومثَلُ المُنَافِق الذي يَقْرَأُ القرْآنَ كَمثَلِ الرِّيحانَةِ : رِيحها طَيّبٌ وطَعْمُهَا مرُّ ، ومَثَلُ المُنَافِقِ الذي لا يَقْرَأُ القرآنَ كَمَثلِ الحَنْظَلَةِ : لَيْسَ لَها رِيحٌ وَطَعمُهَا مُرٌّ » متفقٌ عليه
Perumpamaan orang mu’min yang suka membaca Al Quran ialah seperti buah jeruk Utrujah baunya enak dan buahnya pun enak. Perumpamaan orang mu’min yang tidak suka membaca Al Qur’an ialah seperti buah kurma tidak ada baunya tapi rasanya manis/enak. Perumpamaan orang munafik yang suka membaca Al Qur’an ialah seperti minyak wangi harum baunya enak sedangkan rasanya pahit. Perumpamaan orang munafik yang tidak suka membaca Al Qur’an ialah sepeerti rumput hamzolah tidak ada baunya dan rasanya pahit (Muttafaq’alaih).
Marilah kita terus belajar menuntut ilmu Al Qur’an tentunya sesuai dengan kesanggupannya masing-masing sehingga Allah SWT akan menurunkan kebaikan yang banyak kepada kita baik diberi jalan, mudah melaksanakan dan mendawamkan hal-hal kebaikan, sehingga kita termasuk kelompok yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan (“Sabiqum bilhoirah”).
Wallahua’lam bish-shawab.
Renungan HAti
Abu Alby Bambang Wijonarso
Tidak ada komentar:
Posting Komentar