Oleh : H. Bambang Wijonarso
Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah". Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini."(Qs. Al Kahfi/18 ayat 23 dan 24).
Menurut riwayat, ada beberapa orang Quraisy bertanya kepada Nabi Muhammad s.a.w. tentang roh, kisah ashhabul kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzulqarnain lalu beliau menjawab, datanglah besok pagi kepadaku agar aku ceritakan. Dan beliau tidak mengucapkan Insya Allah (artinya jika Allah menghendaki). Tapi kiranya sampai besok harinya wahyu terlambat datang untuk menceritakan hal-hal tersebut dan Nabi tidak dapat menjawabnya. Maka turunlah ayat 23-24 di atas, sebagai pelajaran kepada Nabi; Allah mengingatkan pula bilamana Nabi lupa menyebut Insya Allah haruslah segera menyebutkannya kemudian. (Catatan : Khusus untuk Nabi tidak mungkin menjawab semua kejadian dimasyarakat saat itu tanpa bimbingan wahyu)
Begitulah apa yang telah ditetapkan oleh Islam bahwa sebagai muslim merupakan kewajiban mengucapkan ”Insya Allah” untuk segala sesuatu yang belum pasti dilakukan. Coba kita bayangkan seorang Nabi saja ditegur dengan turunnya ayat tersebut diatas apalagi kita sebagai manusia biasa yang bukan nabi/rosul, akan tetapi fenomena dimasyarakat umum sangat jarang melakukan hal ini bahkan timbul image/kesan/keyakinan jika mengatakan insya Allah pasti tidak dilakukan pekerjaan itu atau kata-kata insya Allah dimasyarakat sudah dinilainya sesuatu yang pasti gagal/tidak jadi/tidak Pede, menyerah dsb. Hal ini sering dijumpai dimasyarakat baik antara muslim maupun dengan Non Muslim.
Pertanyaan kita mengapa hal ini terjadi? Pertama dikarenakan ilmu yang dimiliki seorang muslim, artinya tidak mengetahui apa hakekat dari ”insya Allah” (Solusinya mudah2an artikel ini dapat menjembatani kejadian dimasyarakat yang salah) orang semacam ini termasuk mau belajar dan dapat menegakkan aturan Allah dimasyarakat, kedua karena ikut-ikutan saja (Taklid buta) tidak mau berilmu bahkan terus bermaksiat dengan kesesatannya, orang semacam ini yang terus menciptakan kesalahan aturan Allah ditengah-tengah masyarakat (ingat orang dhalimun).
Dalam kita berinteraksi sehari-hari sesama manusia baik antara muslim maupun non muslim tidak mungkin dihindari sesuatu yang sifatnya perjanjian/akad /jawaban/pertanyaan dsb, disinilah seorang muslim diuji oleh Allah apakah memakai aturan Allah atau hanya hawa nafsunya dan logikanya saja, disaat ujian itu lulus maka baru seorang muslim dikatakan kerja adalah ibadah. Mengapa ???? karena ibadah hakekatnya adalah segala sesuatu yang tidak melalaikan kita ingat kepada Allah dan Rosulnya sehingga ketaatannya semakin meningkat ( hal ini hanya ditandai dengan melaksanakan seluruh aturan Allah dan Rosulnya ).Mengapa kita sangat takut dengan aturan yang dibuat manusia dibandingkan aturan Allah sebagai pencipta manusia.Disinilah seorang muslim perlu muhasabah/introspeksi/ menghisab diri setiap saat sikap dan perbuatan yang dilakukan sebelum Allah menghisabnya diyaumil akhir.
Aturan memakai ”insya Allah” (jika Allah menghendaki) sudah ada sejak jaman Nabi Sulaiman as. dimana beliau melakukan kesalahan kepada Allah, yang didiceritakan dalam hadist Rosulullah. Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata: Nabi Sulaiman memiliki enam puluh orang istri. Suatu hari ia berkata: Malam ini aku akan menggauli semua istriku satu-persatu, sehingga masing-masing mereka akan mengandung dan melahirkan seorang anak lelaki yang perkasa dalam menunggang kuda untuk berjuang di jalan Allah. Ternyata tidak seorang istri pun yang mengandung kecuali hanya satu yang melahirkan bayi setengah manusia. Kemudian Rasulullah saw. bersabda: Seandainya Sulaiman mengucapkan "insya Allah", pasti masing-masing mereka akan melahirkan seorang anak lelaki yang perkasa dalam menunggang kuda untuk berjuang di jalan Allah. (Shahih Muslim No.3123)
Dalam hadist lain sebagai tambahan keyakinan umat islam betapa pentingnya kata ”insya Allah” dalam semua interaksi antara manusia yaitu dalam bab do’a dikuburan dan bab bersumpah yaitu :
1. Sulaiman Ibnu Buraidah dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajari mereka bila keluar ke kuburan agar mengucapkan: 4 hal:Artinya = Semoga sejahtera terlimpah atasmu wahai penghuni kubur dari kaum mukminin dan muslimin, insyaAllah kami akan menyusulmu, kami mohon kepada Allah keselamatan bagi kami dan kamu sekalian). Riwayat Muslim
2.Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa bersumpah atas suatu hal, lalu ia mengucapkan insyaAllah (jika Allah menghendaki), tidak ada denda atasnya (jika ia melanggarnya)." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Renungan HAti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar