Senin, 20 Februari 2017

Silaturahim




Oleh  :  Abu Alby Bambang Wijonarso
Blog  :  dakwahrenunganhati.blogspot.com
email : bambang@kiaceramics.com

        Islam memerintahkan untuk menyambung silaturrahim kepada orang-orang yang mempunyai kekerabatan dengan kita, dan memberikan pahala yang besar bagi yang mengamalkannya, bahkan ia termasuk perintah Allah yang paling agung, dan larangan AllahSubhanahu wa Ta’ala yang urgen
Sebenarnya tidak ada masalah dan tidak perlu meributkan mana yang benar antara kata “silaturahmi” atau “silaturahim” karena ini hanyalan masalah urf/adat berbahasa Indonesia. Karenanya berlaku kaidah (لا مشاحة فى الاصطلاح) “Tidak ada perdebatan dalam istilah (jika hakihatnya sama)”
jika dirunut dari sumber asal serapannya yaitu bahasa Arab, maka yang lebih tepat adalah “SILATURAHIM”
karena terdiri dari dua kata yaitu “shilah” (menyambung) dan “Rahim” (rahim wanita/kekeluargaan)
Pengertian Silaturrahim:
Imam nawawi menulis pengertian shilaturrahim sebagai berikut (terjemahannya) :
Silaturrahim adalah berbuat baik kepada kerabat sesuai dengan yang menyambung dan yang disambung (dalam silaturrahim),kadang dengan harta,kadang dengan pelayanan,kadang dengan kunjungan dan salam serta yang lainnya. Syarh sohih muslim oleh imam Nawawi juz 2 hal 201.
صلة الرحم terdiri dari dua kata صلة (menyambung) dan رحم (sanak)
رحم bentuk pluralnya أرحام

Syaikh Bin Baz menjelaskan pengertian arham (terjemahan bebas) :
Arham adalah kerabat dari jalur ibu dan jalur bapak.bapak,ibu,kakek dan nenek adalah termasuk arham.anak-anak dan cucu laki-laki atau perempuan dari jalur putra atau putri juga arham,begitu juga saudara atau saudari dan anak-anak mereka.tidak ketinggalan saudara ayah atau ibu dan anak-anak mereka termasuk arham.(selesai).

Cara Bersilaturrahim:
Syaikh Utsamin menerangkan: Silaturrahim terlaksana sesuai dengan adat dan yang diikuti oleh orang-orang, karena di Qur’an dan Sunnah belum dijelaskan macam dan jenis dan ukurannya, Rasul Shallallahu alaihi wa sallam juga belum membatasi dengan batasan tertentu, (tapi ini terbatas pada adat orang islam bukan adat orang kafir.pen).


Silaturahim bisa di muliakan Allah dan bisa dilaknat Allah, bisa kita lihat dalam hadits berikut, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللَّهُ
“Ar-rahim itu tergantung di Arsy. Ia berkata: “Barang siapa yang menyambungku, maka Allah akan menyambungnya. Dan barang siapa yang memutusku, maka Allah akan memutus hubungan dengannya” [ Muttafaqun ‘alaihi].
 Silaturahmi yang dimaksud hadits adalah KELUARGA bukan sekedar teman.
 Disebutkan dalam hadits banyak keutamaan silaturahmi. Misalnya diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya.
 Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barang siapa yang suka diluaskan rizkinya, dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah ia menyambung silaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Di antara keutamaan silaturrahim adalah sebagai kesempurnaan iman seorang hamba. Nabi shallallhu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ                Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah ia menyambung rahimnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka meninjau dari makna bahasanya, silaturahmi di sini hanya kepada keluarga saja. Keluarga bisa meliputi keluarga inti dan keluarga yang tercakup dan terlibat dalam hal warisan. Adapun ke rumah teman maka bahasa syariatnya adalah “ZIYARAH”. Hanya saja ini tidak lazim dalam bahasa Indonesia tidak biasa digunakan dan lebih identik dengan kata “ziarah kubur”.
Jadi komentar, Jika “Saya mau ke pergi ke acara silaturahmi Reuni SMA, supaya panjang umur dan mudah rezeki”, Kurang tepat secara syariat karena yang dimaksud keutamaan dalam hadits adalah silaturahim ke keluarga bukan ke teman.
 Karenanya hubungan keluarga harus dijaga dan dimotivasi oleh Islam, bahkan ada ancaman khusus bagi orang yang memutusnya.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
Dan hendaknya, kita memperhatikan adab-adab yang harus dijaga dalamsilaturahim, diantara adab-adab itu adalah:

 Adab pertama: Niat yang iklash, dan tidak mengharapkan keuntungan duniawi belaka.
Karena Allah tidak akan menerima amalan yang tidak ikhlas, bahkan meleburkan pahala orang yang hanya berharap keuntungan duniawi, Allah Ta’ala berfirman,
مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَيُبْخَسُونَ {15} أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ إِلاَّ النَّارَ وَحَبِطَ مَاصَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّاكَانُوا يَعْمَلُونَ {16}
Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan balasan atas pekerjaan mereka di dunia, dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh sesuatu di akhirat kecuali Neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Huud: 15-16). 

Adab kedua: Mendahulukan yang paling dekat kekerabatannya.
            Semakin dekat kekerabatan, maka menyambungnya semakin wajib, maka bila seseorang misalnya menyambung silaturahim dengan anak pamannya, namun malah memutuskan silaturahim dengan kakak atau adiknya, orang seperti ini tentunya tidak dianggap bijak. Abu Hurairah berkata,
قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ الصُّحْبَةِ قَالَ أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أَبُوكَ ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ
Seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling layak aku berbuat baik kepadanya?” Beliau menjawab, “Ibumu kemudian ibumu kemudian ibumu, kemudian ayahmu kemudian yang paling dekat dan paling dekat.” (HR. Muslim)
            Dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa orang yang paling berhak mendapatkan perbuatan baik adalah kerabat kita yang paling dekat, maka seorang muslim yang faqih tentunya akan mencari yang paling besar pahalanya.

            Adab ketiga: Jangan ber-silaturahim hanya karena untuk membalas kebaikan saja.
            Karena hakikat silaturahim adalah untuk mengharapkan keridhaan Allah dengan berbagai bentuk usaha yang mungkin dilakukan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
 لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا.
Bukanlah orang yang menyambung silaturahim itu orang yang membalas, akan tetapi orang yang menyambung adalah yang apabila diputuskan tali silaturahimnya, ia berusaha menyambungnya.” (HR. Bukhari).
            Dan berusaha menyambung silaturahim yang diputuskan adalah amalan yang amat agung pahalanya, karena kebanyakan manusia bila diputuskan silaturahim-nya, akan segera membalas dengan perbuatan yang serupa. Disebutkan di dalam hadis bahwa seorang laki-laki berkata: “Wahai Rasulullah, aku mempunyai kerabat yang aku berusaha menyambung rahimnya namun mereka malah memutuskannya, dan aku berusaha berbuat baik kepadanya, namun mereka malah berbuat buruk kepadaku, dan aku berusaha berlemah lembut terhadap mereka, namun mereka berbuat jahil kepadaku.” Maka Nabishallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنْ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ.
Jika keadaanmu seperti yang yang kamu katakan tadi, maka seakan-akan kamu memberi mereka makan pasir yang panas, dan Allah akan senantiasa menolongmu atas mereka, selama kamu berbuat seperti itu.” (HR. Muslim)

            Adab keempat: Mendahulukan bersedekah kepada kerabat yang paling dekat jika mereka membutuhkan.
            Anas radhiallahu’anhu berkata, “Abu Thalhah adalah kaum anshar yang paling banyak hartanya, dan hartanya yang paling ia sukai adalah Bairaha yang berada di depan masjid. Rasulullah suka memasukinya dan minum dari airnya yang segar, ketika turun ayat,
لَن تّنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
Kamu tidak akan mencapai kebaikan sampai menginfakkan apa yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran: 92).
            Abu Thalhah bangkit dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah berfirman, ‘Kamu tidak akan mencapai kebaikan sampai menginfakkan apa yang kamu cintai’. Dan sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah Bairaha, dan sesungguhnya aku sedekahkan ia untuk Allah Ta’ala. Aku berharap kebaikan dan pahalanya di sisi Allah, maka letakkanlah ia sesuai keinginanmu wahai Rasulullah.”
            Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
بَخْ ذَلِكَ مَالٌ رَابِحٌ ذَلِكَ مَالٌ رَابِحٌ قَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ فِيهَا وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِينَ.
Bagus sekali, itu adalah harta yang menguntungkan (di akhirat kelak).. itu adalah harta yang menguntungkan.. aku telah mendengar apa yang kamu katakan tadi, dan aku memandang untuk dibagi-bagikan kepada karib kerabatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
            Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda kepada seseorang:
ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا
Mulailah pada dirimu, bersedekahlah untuknya, jika berlebih maka berikanlah untuk keluargamu, dan jika berlebih maka bersedekahlah untuk kerabatmu, dan jika berlebih maka untuk ini dan itu.” (HR. Muslim).
            Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganggap sedekah kepada kerabat yang menyimpan kebencian dan permusuhan sebagai sedekah yang paling utama, beliau bersabda:
إِنَّ أَفْضَلَ الصَّدَقَةِ الصَّدَقَةُ عَلَى ذِي الرَّحِمِ الْكَاشِحِ
Sesungguhnya sedekah yang paling utama adalah sedekah kepada kerabat yang membenci dan memusuhi kita.” (HR. Ahmad dan lainnya).
Apabila mereka bukan termasuk keluarga (tetangga, teman kerja, teman lama) yang kita wajib bersilaturahim kepadanya maka bukan berarti kita boleh untuk tidak berhubungan dengannya. Kita wajib berbuat baik kepada orang lain (tetangga, teman kerja dll)  termasuk berhubungan baik denganya, diantara dalilnya adalah: Firman Allah ta'ala di surat An-Nisa' ayat 36:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,

Wallahuhu a’lam bis shawab.
Renungan HAti                       
Abu Alby Bambang Wijonarso

Tidak ada komentar:

Posting Komentar