Selasa, 09 Juni 2009

Misteri Usia 40 tahun (bagian-2)

by :H.Bambang Wijonarso
email : bambang_wijonarso@yahoo.com


Rasulullah Saw pernah berkata kepada seseorang, "Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu." (Asy-Syafi'i dan Abu Dawud. Maksud dari hadis tersebut terdapat satu riwayat yang cukup panjang berkaitan dengan hal ini. Dari Jabir Ra meriwayatkan, ada laki-laki yang datang menemui Nabi Saw dan melapor. Dia berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku ingin mengambil hartaku ...." "Pergilah Kau membawa ayahmu kesini", perintah beliau. Bersamaan dengan itu Malaikat Jibril turun menyampaikan salam dan pesan Allah kepada beliau. Jibril berkata: "Ya, Muhammad, Allah 'Azza wa Jalla mengucapkan salam kepadamu, dan berpesan kepadamu, kalau orangtua itu datang, engkau harus menanyakan apa-apa yang dikatakan dalam hatinya dan tidak didengarkan oleh teliganya. Ketika orang tua itu tiba, maka nabi pun bertanya kepadanya: "Mengapa anakmu mengadukanmu? Apakah benar engkau ingin mengambil uangnya?" Lelaki tua itu menjawab: "Tanyakan saja kepadanya, ya Rasulullah, bukankah saya menafkahkan uang itu untuk beberapa orang ammati (saudara ayahnya) atau khalati (saudara ibu) nya, atau untuk keperluan saya sendiri?" Rasulullah bersabda lagi: "Lupakanlah hal itu. Sekarang ceritakanlah kepadaku apa yang engkau katakan di dalam hatimu dan tak pernah didengar oleh telingamu!" Maka wajah keriput lelaki itu tiba-tiba menjadi cerah dan tampak bahagia, dia berkata: "Demi Allah, ya Rasulullah, dengan ini Allah Swt berkenan menambah kuat keimananku dengan ke-Rasul-anmu. Memang saya pernah menangisi nasib malangku dan kedua telingaku tak pernah mendengarnya ..." Nabi mendesak: "Katakanlah, aku ingin mendengarnya." Orang tua itu berkata dengan sedih dan airmata yang berlinang: "Saya mengatakan kepadanya kata-kata ini: 'Aku mengasuhmu sejak bayi dan memeliharamu waktu muda. Semua hasil jerih-payahku kau minum dan kau reguk puas. Bila kau sakit di malam hari, hatiku gundah dan gelisah, lantaran sakit dan deritamu, aku tak bisa tidur dan resah, bagai akulah yang sakit, bukan kau yang menderita. Lalu airmataku berlinang-linang dan meluncur deras. Hatiku takut engkau disambar maut, padahal aku tahu ajal pasti akan datang. Setelah engkau dewasa, dan mencapai apa yang kau cita-citakan, kau balas aku dengan kekerasan, kekasaran dan kekejaman, seolah kaulah pemberi kenikmatan dan keutamaan. Sayang..., kau tak mampu penuhi hak ayahmu, kau perlakukan daku seperti tetangga jauhmu. Engkau selalu menyalahkan dan membentakku, seolah-olah kebenaran selalu menempel di dirimu ..., seakan akan kesejukan bagi orang-orang yang benar sudah dipasrahkan.' Selanjutnya Jabir berkata: "Pada saat itu Nabi langsung memegangi ujung baju pada leher anak itu seraya berkata: "Engkau dan hartamu milik ayahmu!" (HR. At-Thabarani dalam "As-Saghir" dan Al-Ausath).

Dari kissah tersebut diatas sangatlah berbeda dengan fenomena sekarang dimana anak yang telah merasa berhasil mendapatkan assesoris dunia (jabatan, harta dan popularitas) merasa dirinya mampu dari kehebatan yang dia upayakan selama ini, padahal sangatlah tidak mungkin kalau proses anak menjadi berhasil tanpa keikutsertan orang tua dalam membina, memelihara, mengarahkan disaat kita sangat lemah dan butuh bimbingan (anak-anak dan remaja serta awal kedewasaannya). Dalam menghadapi performa individu muslim yang baik tentunya pembinaan pendidikan orang tua kepada anak sangatlah penting kalau kita menanam banyak kebaikan maka akan menghasilkan kebaikan pula dan jika menanamkan keburukan, hal tidak berguna atau sia-sia maka akan melahirkan anak yang buruk, tidak berguna dan sia-sia.

Tentunya peran kita sebagai orang tua sangatlah penting, bagaimana proses pendidikan agama dikedepankan, mengapa karena agama merupakan solusi untuk menyelesaikan segala urusan dunia. Kita sangat banggga kalau anak kita meraih keberhasilan dunia seperti menjadi seorang yang terkenal atau utama dalam bidang politik, ekonom, artis, pembalab, pemain bola, atau juara kelas, rangking satu, menjadi sarjana dsb, akan tetapi kita tidak pernah atau cuek dengan pendidikan agamanya. Bahkan Allah memperingati kepada hambanya khususnya orang tua “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (Qs. At Tahrim [66] : 6).

Ada fenomena dimasyarakat bahwa orang tua tidak atau kurang berinteraksi dengan pendidikan agama (Ilmu Sar’i) maka bagaimana orang tua tahu bahwa segala perbuatan dan pemikirannya anaknya menyimpang dari kebenaran (Agama Islam) sebagai contoh mau menegur anaknya suruh sholat sedangkan dirinya tidak solat. Padahal Allah telah memerintahkan orang tua dengan firmanNya :”Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa (Qs. Taahaa [20] : ayat 132).

Semua kakek/nenek pernah menjadi orang tua dan seluruh orang tua pernah menjadi anak, bilamana dalam perjalanan hidupnya seseorang jauh dari tuntunan Allah & RosulNya maka pembenahan dalam mengarungi problematika kehidupan tentunya berdasarkan hawa nafsu dan pemikiran sendiri serta dari adat istiadat. Maka diusia empat puluh tahun…lah sebagai barometer kita sebagai manusia pertengahan dimana keatas berhadapan dengan orang tua dan kebawah berhadapan dengan anak . Sekali lagi hanya agama Islamlah jaminan solusi dari setiap perlakuan perjalanan hidup manusia.
Boleh jadi kita tidak pernah atau jarang berinteraksi dengan agama (Ilmu Sar’i) saat kita masih menjadi anak-anak, tentunya jangan sama saat kita menjadi orang tua apalagi saat kita menjadi kakek/nenek, beruntunglah orang-orang yang mampu menciptakan menjadi lebih baik. Sehingga boleh saja disimpulkan bahwa jika seseorang menginjak usia empat puluh tahun keburukan (munkar) belum ditutup dengan kebaikan (ma’ruf) alamat orang itu diakhir hayatnya masuk kelompok yang merugi, begitu pula sebaliknya jika diusia empat puluh tahun keburukan selalu ditutupi dengan kebaikan alamat orang itu diakhir hayatnya masuk dalam keberuntungan yang besar (Selamat). Keburukan dan kebaikan harus menurut Allah dan RosulNya bukan menurut hawa nafsu dan pemikiran manusia, jadi harus belajar dan belajar.

Marilah kita dawamkan berdo’a yang diajarkan Rosulullah saw dari Abu Hurairah RA “Ya Allah, perbaikilah agamaku karena ia merupakan pangkal urusanku, perbaikilah duniaku karena ia merupakan penghidupanku, perbaikilah akhiratku karena ia merupakan tempat kembaliku, dan jadikanlah hidup sebagai kesempatan untuk menambah setiap kebaikanku, dan jadikanlah mati sebagai pelepas diriku dari setiap kejahatan." (Hadis Riwayat Muslim).

Wallahu a’lam bish-shawab
Renunagn HAti
Bambang Wijonarso



Tidak ada komentar:

Posting Komentar