Sabtu, 25 Oktober 2014

Hijryah 1



By Abu Albi Bambang Wijonarso
Blog : dakwahrenunganhati.blogspot.com

      Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia (Qs.Al-Anfal ayat 74).
         Secara bahasa kata  “Hijrah” bermakna menghindari/menjauhi diri dari sesuatu, baik dengan raga, lisan, maupun hati makna yang lain artinya berpindah dari suatu tempat ketempat yang lain yang dianggap lebih menguntungkan.
Hijrah bisa terjadi karena ekonomi, politik, keluarga, agama dan lain sebagainya. Dari sekian banyak alasan maka hijrah karena agama adalah hijrah yang paling hakiki.
          Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak ada hijrah setelah penaklukan kota Mekkah, tetapi jihad dan niat." (Muttafaq Alaihi). Akan tetapi hijrah dalam pengertian pindah dari suatu keadaan ke keadaan yang lain seperti hijrah dari perbuatan maksiat ke taat, dari jahat menjadi baik, dari zaman kegelapan kezaman terang benderang, dari tidak tahu menjadi tahu (ilmu agama), dari malas menjadi rajin belajar ilmu agama, dari islam KTP menjadi Islam Kaaffah (menyeluruh), sehingga dengan hijrah hati, perkataan dan perbuatan menjadi bersih dari segala maksiat, dosa dan sirik hal ini dapat dikatakan hijrah individu atau hijrah pertama (mensucikan diri), inilah yang dipoles, dibina, diarahkan, ditegakkan, ditundukkan selama tiga belas tahun dikota Mekkah oleh Rosulullah SAW sebelum hijrah ke kota Madinah.
         Output dari hijrah pertama berupa Keimanan,keyakinan (Aqidah) dan akhlak yang kokoh, kuat dan matang merupakan sasaran yang diterapkan Rosulullah SAW kepada seluruh pengikutnya, yang tentunya menjadi syarat utama untuk terciptanya hijrah kedua dalam artian pindah tempat (Dari kota Mekkah keMadinah). Tidak mungkin seseorang atau kelompok sudi melakukan hijrah (pindah) dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh (12 hari perjalanan dengan onta) meninggalkan harta, keluarga dan tempat tinggal ketempat yang sama sekali belum dikenal, tidak ada sanak famili dan harta yang menjanjikan disana kecuali dengan keimanan yang mantap dan keyakinan yang matang terhadap Allah. Demikianlah kisah terjadinya hijrah Rosulullah beserta pengikutnya seribu empat ratus tahun yang lalu.
          Kedudukan Hijrah merupakan simbul iman yang hakiki (manifestasi iman sejati), bahwa seseorang yang berhijrah berarti telah mengikrarkan diri  dengan beriman kepada Allah dan RosulNya, sedangkan aplikasi dari keimanan tersebut adalah siap dan rela meninggalkan segala sesuatu yang akan terjadi seperti hijrah mempertahankan aqidah yang diyakini. Karena hakekat iman itu sediri adalah pengakuan melalui lisan, dibenarkan dalam hati dan diaplikasikan dalam perbuatan, sedangkan hijrah disini merupakan salah satu dari wacana tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT : orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.(Qs. At Taubah ayat 20).
          Peristiwa hijrah seribu empat ratus tahun yang lalu memberi pelajaran kepada kita perlu persiapan dan perencanaan yang matang, bahwa iman saja tidak cukup, do’a saja tidak cukup. Mungkin ada orang yang setiap malam sholat dan berdoa tanpa ikhtiar maka tentunya pasti akan gagal. Adapun keberhasilan hijrah Rosulullah SAW seperti penugasan diantaranya seorang pemuda (waktu itu usia 23 tahun) bernama Ali bin Abi Thalib sahabat dan sepupu Rosulullah SAW, beliau meminta Ali untuk tidur diranjangnya saat rumahnya dikepung pasukan kafir Quraisy. Kemudian Amir bin tahirah seorang pemuda dan pengembala domba yang ditugasi disekitar gua Tsur untuk menghapus jejak Onta Nabi dan Abu Bakar (saat dikejar kaum kufar berlindung selama 3 hari 3 malam). Seorang gadis belia bernama Asma yang bertugas menjadi mata-mata dan mengawasi gerakan kaum kufar yang mau mengejar Rosulullah. Ada yang dikirim utusan seorang mubaligh bernama Mus’ab bin Umair untuk melancarkan jalan Nabi ke Madinah. Kesemua itu dilakukan dengan persiapan dan perencanaan optimal dan disiplin yang tinggi inilah syarat ikhtiar, sehingga Allah SWT menurunkan bantuan kepada hambanya. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Qs.Ql Baqarah ayat 218).
          Apakah Relevan melakukan hijrah saai ini? Melihat kenyataan yang ada memang hijrah pada saat ini masih sangat relevan untuk diterapkan terutama hijrah nafsiyah (Individu) dengan berusaha menjauhkan diri dari melakukan perbuatan yang menyimpang (seluruh aturan Allah dan RosulNya) dan berusaha pemperbaiki diri untuk bersih dari segala perbuatan  kotor (pelanggaran aturan Allah dan RosulNya) sehingga hati, jiwa dan raga serta segala perbuatan menjadi suci. Dan setelah itu berusaha menghijrahkan keluarga, kerabat, lingkungan dan masyarakat yang ada disekitarnya (tetangga, teman sejawat, anak buah, bila perlu pimpinan), hingga pada akhirnya membentuk komunitas yang siap melakukan hijrah.

Wallahu a’lam bish-shawab
Renungan HAti
Abu Albi Bambang Wijonarso

Tidak ada komentar:

Posting Komentar