Oleh : Abu Alby Bambang Wijonarso
Web :
dakwahrenunganhati.blogspot.com
Taubat
adalah kembali dari perbuatan maksiat kepada ketaatan. Hukumnya adalah wajib.
(Allah berfirman), فْلِحُونَ تُ لَعَلَّكُمْ لْمُؤْمِنُونَ أَيُّهَا جَمِيعًا
اللَّهِ إِلَى
وَتُوبُوا ا
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kalian beruntung.” [An Nûr: 31]
Sehinga wajib bagi seorang muslim jika ia terjatuh kepada perbuatan dosa, agar segera bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla, dan Allah itu menerima taubat dari setiap yang bertaubat. (Allah berfirman), اهْتَدَى ثُمَّ صَالِحًا وَعَمِلَ وَآمَنَ تَابَ لِمَنْ لَغَفَّارٌ وَإِنِّي
“Dan Sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” [Thaha: 82]
Dan ini merupakan keutamaan dari Allah Azza wa Jalla, ia perintahkan untuk bertaubat dan berjanji akan menerima taubatnya, dan mengampuni dosa-dosanya. Akan tetapi bukanlah taubat itu hanya sebatas di lisan semata. Taubat itu memiliki syarat-syarat yang harus diwujudkan yaitu,
Syarat pertama, meninggalkan perbuatan dosa-dosa serta menjauh darinya. Jangan hanya ia berkata, “Saya bertaubat kepada Allah”, akan tetapi tidak segera meninggalkan dosa-dosanya.
Syarat kedua, hendaknya ia berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya lagi untuk kedua kalinya. Jika ia telah bertaubat kepada Allah, dan dia berniat untuk kembali melakukan dosa di waktu lainnya. Maka ini namanya taubat pada waktu tertentu saja, tidaklah diterima Allah Subhanahu wa Ta’âlâ.
Syarat ketiga, ia menyesali perbuatan yang telah berlalu itu, ia gambarkan perbuatan tersebut sebagai perbuatan dosa dan ia takut darinya. Jangan hanya ia katakan ‘saya bertaubat’ sudah begitu saja, hendaknya ia merasa takut dari perbuatan dosa itu sehingga lahir darinya penyesalan terhadap perbuatan yang telah ia lakukan tersebut.
Inilah syarat-syarat taubat. Jika terpenuhi, maka Allah Subhanahu wa Ta’âlâ akan menerima taubat itu sebagaimana yang ia telah janjikan.
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kalian beruntung.” [An Nûr: 31]
Sehinga wajib bagi seorang muslim jika ia terjatuh kepada perbuatan dosa, agar segera bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla, dan Allah itu menerima taubat dari setiap yang bertaubat. (Allah berfirman), اهْتَدَى ثُمَّ صَالِحًا وَعَمِلَ وَآمَنَ تَابَ لِمَنْ لَغَفَّارٌ وَإِنِّي
“Dan Sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” [Thaha: 82]
Dan ini merupakan keutamaan dari Allah Azza wa Jalla, ia perintahkan untuk bertaubat dan berjanji akan menerima taubatnya, dan mengampuni dosa-dosanya. Akan tetapi bukanlah taubat itu hanya sebatas di lisan semata. Taubat itu memiliki syarat-syarat yang harus diwujudkan yaitu,
Syarat pertama, meninggalkan perbuatan dosa-dosa serta menjauh darinya. Jangan hanya ia berkata, “Saya bertaubat kepada Allah”, akan tetapi tidak segera meninggalkan dosa-dosanya.
Syarat kedua, hendaknya ia berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya lagi untuk kedua kalinya. Jika ia telah bertaubat kepada Allah, dan dia berniat untuk kembali melakukan dosa di waktu lainnya. Maka ini namanya taubat pada waktu tertentu saja, tidaklah diterima Allah Subhanahu wa Ta’âlâ.
Syarat ketiga, ia menyesali perbuatan yang telah berlalu itu, ia gambarkan perbuatan tersebut sebagai perbuatan dosa dan ia takut darinya. Jangan hanya ia katakan ‘saya bertaubat’ sudah begitu saja, hendaknya ia merasa takut dari perbuatan dosa itu sehingga lahir darinya penyesalan terhadap perbuatan yang telah ia lakukan tersebut.
Inilah syarat-syarat taubat. Jika terpenuhi, maka Allah Subhanahu wa Ta’âlâ akan menerima taubat itu sebagaimana yang ia telah janjikan.
Apakah
disunnahkan sholat taubat bagi orang yang ingin bertaubat?
Jawaban Hadits ttg sholat taubat diperselisihkan oleh ulama. Namun pendapat yg
kuat;
Hadits ini di-hasan-kan oleh Ibnu Katsir, saat menjelaskan surat Al'Imraan.
Dari
Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Aku pernah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
(artinya) “Tidaklah seorang (muslim) melakukan suatu perbuatan dosa, lalu dia bersuci – dalam riwayat lain: berwudhu dengan baik –, kemudian melaksanakan shalat – dalam riwayat lain: dua rakaat –, lalu meminta ampun kepada Allah, melainkan Allah akan mengampuni (dosa)nya”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat ini (yang artinya), “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah, dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui” (QS. Ali ‘Imraan:135).” [1]
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan shalat dua rakaat ketika seorang bertaubat dari perbuatan dosa dan janji pengampunan dosa dari Allah Ta’ala bagi yang melakukan shalat tersebut. [2]
Beberapa
faidah penting yang dapat kita petik dari hadits ini:
- Agungnya rahmat dan kasih sayang Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya, karena Dia mensyariatkan bagi mereka cara untuk membersihkan diri dari buruknya perbuatan dosa yang telah mereka lakukan.
- Wajib bagi seorang muslim untuk selalu bertakwa kepada Allah Ta’ala, merasakan pengawasan-Nya, dan berusaha untuk menghindari perbuatan maksiat semaksimal mungkin. Kalau dia terjerumus ke dalam dosa maka hendaknya dia segera bertaubat dan kembali kepada Allah [3], agar Dia mengampuni dosanya, sebagaimana janji-Nya dalam firman-Nya:(yang artinya), “Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS an-Nisaa’:17).
- Yang dimaksud dengan “meminta ampun kepada Allah” dalam hadits ini adalah bertaubat dengan sungguh-sungguh yang disertai sikap penyesalan atas perbuatan tersebut, menjauhkan diri dari dosa tersebut dengan meninggalkan sebab-sebabnya, serta tekad yang bulat untuk tidak mengulanginya selamanya, dan jika dosa tersebut berhubungan dengan hak orang lain maka segera dia menyelesaikannya. [4]
- Imam Ibnu Hajar berkata, “Meminta ampun kepada Allah (hanya) dengan lisan, tapi masih tetap mengerjakan dosa (dengan anggota badan) adalah seperti bermain-main (dalam bertaubat). [5]
- Sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya orang yang beriman memandang dosanya seperti dia sedang berada di bawah sebuah gunung (besar) yang dia takut gunung tersebut akan menimpa (dan membinasakan)nya, sedangkan orang yang fajir (rusak imannya) memandang dosanya seperti seekor lalat yang lewat di (depan) hidungnya kemudian dihalaunya dengan tangannya (dinggapnya remeh dan kecil).” [6]
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله ب العالمين
[1] HR at-Tirmidzi (no. 406 dan 3006), Abu Dawud (no. 1521), Ibnu Majah (no. 1395) dan Ahmad (1/8 dan 10), dinyatakan hasan oleh imam at-Tirmidzi, Ibnu Hajar dalam “Fathul Baari” (11/98) dan syaikh al-Albani, serta dinyatakan shahih oleh imam Ibnu Hibban (no. 623) dan syaikh Ahmad Syakir.
[2] Lihat keterangan imam Ibnu Hibban dalam kitab “Shahih Ibni Hibban” (2/389).
[3] Lihat kitab “Bugyatul mutathawwi’” (hal. 93).
[4]
Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (2/368).
[5]
Kitab “Fathul Barii” (11/99).
[6]
HSR al-Bukhari (no. 5949).
TANDA-TANDA DITERIMANYA AMAL IBADAH DAN TAUBAT
Sesungguhnya setiap muslim dan muslimah sudah pasti senantiasa
berharap agar amalan-amalan kebaikannya menjadi sah dan diterima Allah ta’ala,
dan keburukan-keburukannya dimaafkan dan dihapuskan oleh-Nya. Sebab dengan
demikian ia akan menjadi hamba Allah yg hidup selamat dan bahagia di dunia dan
akhirat.
Jika amalan kebaikan seorang hamba telah diterima Allah, maka itu
sebagai tanda bahwa amalan yg dikerjakannya telah benar dan sesuai dengan
petunjuk Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah Ta’ala
berfirman:
{ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنْ الْمُتَّقِينَ }
{ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنْ الْمُتَّقِينَ }
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari
orang-orang yg bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 27).
» Al-Fudhoil bin ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Sesungguhnya amalan
(ibadah) itu jika dikerjakan dengan ikhlas karena Allah, namun caranya tidak
benar, maka amalan ibadah tsb tidak diterima Allah. Demikian pula sebaliknya,
amalan (ibadah) jika dikerjakan dengan cara yg benar, namun niatnya tidak
ikhlas karena Allah, maka amalan (ibadah) itu juga tidak diterima Allah,
sehingga amalan ibadah tsb dikerjakan dengan ikhlas karena mengharap wajah
Allah semata, dan benar karena sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam.”
(*) Lalu, bagaimana dan apa saja tanda-tanda suatu amal ibadah dan
taubat seorang hamba telah diterima Allah ta’ala, dan jerih payahnya telah
membuahkan hasil?
Berikut ini kami akan sebutkan sebagian tanda dan ciri diterimanya
amal ibadah dan taubat seorang hamba sebagaimana dijelaskan oleh para ulama
sunnah.
(*) TANDA PERTAMA:
Tidak Mengulangi Lagi Perbuatan Dosa dan Maksiatnya.
Tidak Mengulangi Lagi Perbuatan Dosa dan Maksiatnya.
Apabila seorang hamba merasa benci terhadap dosa-dosa, dan ia
benci untuk mengulangi lagi perbuatan dosa dan maksiat yg pernah dilakukannya,
maka ketahuilah bahwa ia termasuk orang yg diterima Allah taubat dan amal
ibadahnya.
» Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata:
“أما إذا تذكر الذنبَ ففرح وتلذذ فلم يقبل ولو مكث على ذلك أربعين سنة”
“أما إذا تذكر الذنبَ ففرح وتلذذ فلم يقبل ولو مكث على ذلك أربعين سنة”
“Adapun jika seorang hamba ingat akan perbuatan dosanya, lalu ia
merasa senang dan menikmatinya, maka (taubatnya) tidak akan diterima Allah
meskipun ia hidup selama 40 (empat puluh) tahun dalam keadaan demikian.” (Lihat
Madaariju As-Saalikiin, karya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah).
» Yahya bin Mu’adz rahimahullah berkata:
“مَن استغفر بلسانه وقلبُه على المعصية معقود، وعزمه أن يرجع إلى المعصية ويعود، فصومه عليه مردود، وباب القبول فى وجهه مسدود”.
“مَن استغفر بلسانه وقلبُه على المعصية معقود، وعزمه أن يرجع إلى المعصية ويعود، فصومه عليه مردود، وباب القبول فى وجهه مسدود”.
“Barangsiapa meminta ampunan (kepada Allah) dengan ucapan
lisannya, sementara hatinya merasa terikat dengan perbuatan maksiat, dan bahkan
ia berkeinginan kuat untuk mengulangi lagi perbuatan maksiatnya, maka puasanya
ditolak Allah, dan pintu diterimanya (amal dan taubat) tertutup baginya.”
(*) TANDA KEDUA:
Semakin Bertambah Semangat Dalam Melaksanakan Amal Kebaikan Dan Ketaatan Kepada Allah.
Semakin Bertambah Semangat Dalam Melaksanakan Amal Kebaikan Dan Ketaatan Kepada Allah.
» Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata:
“إن من جزاء الحسنة الحسنة بعدها، ومن عقوبة السيئة السيئةُ بعدها، فإذا قبل الله العبد فإنه يوفقه إلى الطاعة، ويصرفه عن المعصية”
“إن من جزاء الحسنة الحسنة بعدها، ومن عقوبة السيئة السيئةُ بعدها، فإذا قبل الله العبد فإنه يوفقه إلى الطاعة، ويصرفه عن المعصية”
“Sesungguhnya diantara balasan amalan kebaikan ialah (dimudahkan
Allah) melaksanakan kebaikan setelahnya. Dan diantara hukuman atas perbuatan
buruk ialah melakukan keburukan setelahnya. Maka, apabila Allah telah menerima
(amalan n taubat) seorang hamba, niscaya Allah akan memberinya taufiq untuk
melaksanakan ketaatan (kepada-Nya), dan memalingkannya dari perbuatan maksiat
(kepada-Nya).”
» Beliau (Hasan Al-Bashri rahimahullah) juga pernah berkata:
“يا ابن آدم إن لم تكن فى زيادة فأنت فى نقصان”.
“يا ابن آدم إن لم تكن فى زيادة فأنت فى نقصان”.
“Wahai anak cucu Adam, jika engkau tidak dlm keadaan bertambah
(amalan kebaikanmu), berarti engkau benar-benar dlm keadaan berkurang
(ketaatanmu kpd Allah, pent).”
(*) TANDA KETIGA:
Sabar dan Tegar Dalam Melaksnakan Ketataatan Kepada Allah Ta’ala
Sabar dan Tegar Dalam Melaksnakan Ketataatan Kepada Allah Ta’ala
Tegar dan istiqomah dlm melaksanakan ketaatan memiliki buah yg
sangat agung sbgmn dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah: “Sungguh
Allah yg Maha Mulia telah memberlakukan hukum kebiasaan dengan kemuliaan-Nya bahwa
barangsiapa hidupa di atas suatu kebiasaan, niscaya ia akan mati di atas
kebiasaan tsb. Dan barangsiapa yg mati dlm suatu keadaan, maka ia akan
dibangkitkan Allah pd hari Kiamat di atas keadaan tsb.”
Maka, barangsiapa terbiasa melaksanakan ketaatan kpd Allah di
dalam hidupnya di dunia, niscaya Allah akan mewafatkannya dlm keadaan berbuat
taat.
Hal ini sebagaimana disebutkan di dlm hadits:
بينما رجلٌ يحجُّ مع النبي صلى الله عليه وسلم فوكزته الناقة فمات فقال النبيّ صلى الله عليه وسلم: ( كفنوه بثوبيه فإنه يبعث يوم القيامة ملبّياً )
بينما رجلٌ يحجُّ مع النبي صلى الله عليه وسلم فوكزته الناقة فمات فقال النبيّ صلى الله عليه وسلم: ( كفنوه بثوبيه فإنه يبعث يوم القيامة ملبّياً )
Artinya: “Tatkala ada seseorang yg menunaikan haji bersama Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ia terjatuh dari seekor onta (yg
ditungganginya), lalu ia pun mati. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda (kpd sebagian para sahabat): “Kafanilah orang ini dengan menggunakan
kedua bajunya (maksudnya 2 kain ihromnya), karena sesungguhnya ia akan
dibangkitkan (oleh Allah) pada hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah.”(HR. Imam
Al-Bukhari dan Muslim).
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jg bersabda tentang
seseorang yang mencuri sebagian harta rampasan perang; “Sesungguhnya benda
rampasan perang yg ia curi akan ada api yg menyala padanya (pada hari Kiamat,
pent).” (HR. Imam Al-Bukhari).
(*) TANDA KEEMPAT:
Bersihnya hati dari noda-noda syirik, kufur, maksiat dan penyakit-penyakit hati, seperti iri dengki, sombong, bangga diri, riya, dsb.
Bersihnya hati dari noda-noda syirik, kufur, maksiat dan penyakit-penyakit hati, seperti iri dengki, sombong, bangga diri, riya, dsb.
Tanda orang yang diterima amalnya senantiasa mengutamakan apa yang
dicintai dan diridhoi Allah daripada kecintaan dan keridhoan manusia, mendahulukan
perintah-perintah-Nya daripada perintah siapapun selain-Nya, dan ia mencintai
orang lain karena Allah.
Ia jg sangat Jauh dari sifat hasad (iri dan dengki), kebencian dan
permusuhan dengan orang lain karena urusan dunia. Ia selalu merasa yakin bahwa
segala urusan berada di tangan Allah, sehingga hatinya merasa tentram dan ridho
dengan keputusan-Nya. Ia jg meyakini bahwa apapun yg telah ditakdirkan oleh
Alah untuk “meleset” dari dirinya, maka hal itu tidak akan menimpa dirinya. Dan
apa sj yg ditakdirkan Allah akan menimpa dirinya, maka hal itu tidak akan bisa
dihindari.
Yang jelas dan pasti, sikap orang yang diterima Allah amal dan
taubatnya ialah selalu merasa ridho dengan takdir dan keputusan Allah dlm
bentuk apapun, serta ia berbaik sangka kpda-Nya.
(*) TANDA KELIMA:
Selalu Mengingat Kehidupan Akhirat Yang Hakiki nan Abadi.
(*) TANDA KELIMA:
Selalu Mengingat Kehidupan Akhirat Yang Hakiki nan Abadi.
Pada suatu hari Al-Fudhoil bin ‘Iyadh rahimahullah (seorang ulama
salaf dari generasi atba’ut tabi’in) bertanya kepada seorang lelaki (tua):
“Berapa tahun umur yang telah kau lalui?” Ia jawab: “Sudah 60 (enam puluh)
tahun.” Maka Al-Fudhoil bin ‘Iyadh berkata kepadanya: “Subhanallah, sejak 60
(enam puluh) tahun engkau masih dalam perjalananmu menuju Allah! Sebentar lagi
engkau akan sampai (baca: akan mati). Ketahuilah, bahwa engkau akan diminta
pertanggung jawaban oleh Allah (atas umurmu di dunia, pent). Oleh karena itu,
persiapkanlah jawaban atas pertanyaan-Nya.” Maka lelaki tua itu bertanya
kepadanya: “Apa yang mesti aku lakukan sekarang?” Jawab Al-Fudhoil bin ‘Iyadh:
“Berbuat baiklah di sisa umurmu, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu yg
telah lalu. Namun, jika engkau berbuat keburukan (dosa dan maksiat) di sisa
umurmu, niscaya Allah akan menyiksamu atas dosa-dosamu yg telah lalu maupun yg
akan datang.”
(*) TANDA KEENAM:
Selalu Menjaga Keikhlasan Dalam Setiap Amal Dan Kebaikan.
Selalu Menjaga Keikhlasan Dalam Setiap Amal Dan Kebaikan.
Pernah ada seseorang laki-laki menyampaikan suatu nasehat di
hadapan imam Hasan Al-Bashri (seorang ulama tabi’in) rahimahullah. Maka imam
Hasan Al-Basri berkata kepadanya: “Wahai si fulan, saya belum bisa mengambil
faedah dan pelajaran dari nasehatmu. Ini bisa jadi dikarenakan hatiku yg
“berpenyakit”, atau bisa jadi karena niatmu (dalam menyampaikan nasehat) yang
kurang ikhlas.”
Demikianlah beberapa tanda diterimanya amal ibadah dan taubat
seorang hamba. Ini hanyalah sebuah tanda atau ciri diterimanya amal. Sedangkan
kepastiannya, hanya Allah Ta’ala sj yg mengetahuinya. Semoga bermanfaat bagi
kita semua. Dan semoga Allah menerima seluruh amal ibadah kita dan mengampuni
dosa-dosa yg pernah kita lakukan. Amiin.
Wallahu
‘alam
Abu
alby Bambang Wijonarso
Tidak ada komentar:
Posting Komentar