Renungan
HAti
Abu
Alby Bambang Wijonarso
Segala
puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan
seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah beliau sampai
hari kiamat.
Kaum muslimin yang kami muliakan, sesungguhnya
segala kebaikan dan kenikmatan yang ada pada kita adalah karunia dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ (Qs. An Nahl : 53)
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka
dari Allah-lah (datangnya)…” (QS. An-Nahl: 53)
Betapa melimpahnya kenikmatan yang Allah
Ta’ala berikan kepada kita, yang tidak terhingga jumlahnya. Allah memberikan
kita kehidupan, kesehatan, makanan, minuman, pakaian dan begitu banyak nikmat
yang lainnya. Jika kita berusaha menghitung nikmat yang Allah karuniakan kepada
kita, niscaya kita tidak akan mampu menghitungnya. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan
jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan
jumlahnya.” (QS. An-Nahl: 18).
Pengertian Syukur secara bahasa kata syukur diambil dari kata syakara,
syukuran, wa syukuran dan wa syukuran yang berarti berterima kasih kepadaNya.
Secara istilah adalah suatu sifat yang penuh
kebaikan dan rasa menghormati serta mengagungkan atas segala nikmatNya, baik
diekspresikan dengan lisan, dimantapkan dengan hati maupun dilaksanakan melalui
perbuatan.
Sungguh menakjubkan keadaan
seorang mukmin. Bagaimanapun keadaannya, dia tetap masih bisa meraih pahala
yang banyak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin,
semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri
seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang
demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan,
dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (Hadits
shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan
radhiyallahu ‘anhu).
Ini termasuk karunia
dari Rabb-ku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur ataukah mengingkari
(nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur
untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang ingkar, maka
sesungguhnya Rabb-ku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. An-Naml: 40).
Al-Bukhari dan Muslim menceritakan di dalam kitab Shahih-nya,
bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bangun shalat malam hingga kedua kaki beliau
bengkak. Lalu istri beliau, yaitu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya, ”Mengapa Anda melakukan
ini, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosa Anda yang dulu maupun yang akan
datang?” Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab:
أَفَلاَ أَكُوْنُ عَبْدًا شَكُوْرًا”Tidak pantaskah jika aku menjadi hamba yang bersyukur?” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4837 dan
Muslim, no. 2820)
Hakikat
Syukur adalah akhlaq yang mulia, yang muncul karena kecintaan dan ke-ikhlas’an/keridho’an
yang besar terhadap Sang Pemberi Nikmat. Syukur tidak akan mungkin bisa
terwujud jika tidak diawali dengan ke-ikhlas’an/keridho’an. Seseorang yang
diberikan nikmat oleh Allah walaupun sedikit, tidak mungkin akan bersyukur
kalau tidak ada ke-ikhlas’an/keridho’an. Orang yang mendapatkan penghasilan
yang sedikit, hasil panen yang minim atau pendapatan yang pas-pasan, tidak akan
bisa bersyukur jika tidak ada ke-ikhlas’an/keridho’an. Demikian pula orang yang
diberi kelancaran rizki dan harta yang melimpah, akan terus merasa kurang dan
tidak akan bersyukur jika tidak diiringi ke-ikhlans’an/keridho’an.
Kaum
muslimin yang kami muliakan, syukur yang sebenarnya tidaklah cukup hanya dengan
mengucapkan “alhamdulillah”. Namun hendaknya seorang hamba bersyukur dengan
hati, lisan dan anggota badannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah
rahimahullah, “Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota
badan. (Minhajul Qosidin, hal. 305).
Syukur dibagi Tiga yaitu Syukur Hati, Lisan dan
anggota badan.
Pertama : adapun syukur Hati adalah mengakui dan meyakini bahwa nikmat
tersebut semata-mata datangnya dari Allah Ta’ala dan bukan dari selain-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan apa saja
nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)…” (QS.
An-Nahl: 53). Meskipun bisa jadi kita mendapatkan nikmat itu melalui teman
kita, aktivitas jual beli, bekerja atau yang lainnya, semuanya itu adalah
hanyalah perantara untuk mendapatkan nikmat.Mencintai Allah Ta’ala
yang telah memberikan semua nikmat itu kepada kita. Meniatkan untuk menggunakan nikmat itu di
jalan yang Allah ridhai.
Kedua, Adapun Syukur lisan adalah memuji (dengan ucapan Alhamdulillah)
dan menyanjung Dzat yang telah memberikan nikmat tersebut pada kita. Rosulullah
saw bersabda dari Ibnu Jarir dan Al Hakim : Apabila kalian mengucapkan
Alhamdulillahi robbil ‘alamiin dengan demikian engkau telah bersyukur kepada
Allah dan Dia akan menambah nikmatNya.
Ketiga, adapun Syukur anggota badan adalah menggunakan nikmat
tersebut untuk mentaati Dzat yang kita syukuri (yaitu Allah Ta’ala)
dan menahan diri agar jangan menggunakan kenikmatan itu untuk bermaksiat
kepada-Nya. Contoh Syukur anggota badan seperti sholat, puasa, dan seluruh kebaikan
berdasarkan karena Allah.
Dari Ibnu Abbas menceritakan, Rosullah bersabda :
Orang pertama yang akan dipanggil untuk masuk Surga adalah orang-orang yang
senantiasa memuji Allah dalam keadaan lapang dan dalam keadaan sempit (Tanbihul
Ghafilin 197).
Dan Allah berfirman dalam Al Qur’an “Sesungguhnya jika
kamu bersyukur pasti aku akan menambah nikmatKu kepadamu dan jika kamu
mengingkari nikmat-Ku sesungguhnya azab-Ku sangat pedih (Qs.Ibrahim ayat 7).
Dari Abu Sa’id (Al-Kudri) ra, ia
berkata : Rosulullah shallahu alaihi wasallam bersabda : Barangsiapa belum
berterima kasih kepada manusia, maka ia belum bersyukur kepada Allah (HR
At-Tirmizi IV/339 no.1955 dan Ahmad III/32 no.11298).
Dari Abu Hurairah ra, dari nabi
Shallahu alaihi wasallam, beliau bersabda “Tidaklah beryuskur kepada Allah siapa
saja yang tidak berterima kasih kepada orang lain (HR Abu Daud II/671 no.4811
dan Ahmad II/295 no.7926).
Akan tetapi untuk meraih predikat atau derajat ahlak yang mulia dari “Syukur”
sangatlah sulit sekali melalui perjuangan dan pengorbanan yang sangat luar
biasa karena Iblis dan sekutunya tidak akan pernah rela manusia bersyukur
kepada Allah. Hal ini diungkapkan iblis la’na tullah didalam Al Qur’an :
Iblis berkata, "Karena
Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan
(menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan
mendatangi mereka (1) dari muka dan (2)dari belakang mereka, (3)dari kanan dan
(4)dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka
bersyukur (ta`at)” (Qs. Al A’raaf ayat 16 dan 17).
Menurut Al Hakam bin Utaibah bahwa
yang dimaksud dengan: dari muka adalah dunia; dari belakang adalah akhirat;
dari kanan adalah kebaikan dan dari kiri adalah keburukan. Kendatipun Al Hakam
telah memberi tafsiran untuk empat kata di atas, namun tafsiran tersebut masih
memerlukan penjelasan. Karena ayat tersebut mengandung makna
yang jauh lebih luas dari tafsir yang di atas. Maka yang dimaksud dengan:
1. Mendatangi mereka dari muka
adalah bahwa setan senantiasa menggunakan kehidupan manusia dalam urusan dunia
yang terlihat jelas untuk melupakan mereka terhadap urusan yang masih gaib,
yaitu akhirat dan kehidupan dunia dipandang tidak berhubungan dengan akhirat.
2. Mendatangi mereka dari
belakang, yaitu menggunakan amal ukhrowi untuk kepentingan dunia. Al Quran
adalah pembimbing yang mengarahkan semua kehidupan manusia agar menjadi amal
ibadah demi kepentingan akhirat. Namun, dengan belajar dari pengalaman yang
sudah ribuan tahun, maka Iblis terus-menerus membisik dan mengarahkan manusia
agar menggunakan Al Quran untuk kepentingan dunia. Dia juga mengarahkan orang
yang suka beribadah agar menjadikan ibadahnya untuk kepentingan
dunia pula.
dunia pula.
Bahkan dia juga menanamkan ke
dalam hati manusia keangkuhan tersembunyi, yaitu meyakini bahwa
keajaiban-keajaiban yang dialaminya adalah bukti ketakwaan dirinya kepada
Allah. Jika sudah muncul keangkuhan maka desakan menuju kemusyrikan semakin
kuat dan jalan kesesatan di hadapannya semakin terbuka lebar.
3. Dengan kebaikan. Amal kebaikan
yang dikerjakan seorang hamba pun tidak lepas dari incaran setan. Setan
berupaya menggunakan amal kebaikan seorang hamba sebagai jalan menuju
keangkuhan. Dia membisik kepada orang yang beramal kebaikan agar memandang
dirinya sebagai orang yang lebih utama dan mulia bahkan lebih dari itu merasa diri
sebagai orang suci dari dosa.
Alkisah, pada suatu hari seorang
praktisi ruqyah ditanya: ustadz, mengapa bacaan ustadz sangat berpengaruh bagi
pasien sementara bacaan orang lain tidak, padahal yang lain pun mampu membaca
yang ustadz baca? Dengan yakin dia menjawab: oh itu urusan ketakwaan.
Kisah lain, seorang yang mengaku
sufi mengaku bahwa dia telah mampu membela diri dengan kekuatan gaib. Ketika
seorang pemuda berkata:
Ustadz, tolong ajarkan padaku agar
aku memiliki bekal untuk berjihad. Dia berkata kepada pemuda itu: kalian belum
sampai kepada maqam yang kami capai. Bahkan dari kalangan mereka ada yang lebih
parah lagi, yaitu mengaku lebih mulia daripada nabi dan malaikat seperti yang
diungkapkan seorang tokoh spiritual di Asia Tengah:
إن لأئمتنا مقاما لم يبلغ إليه نبي مرسل ولا ملك مقرب
Sesungguhnya pemimpin-pemimpin
kami menempati kedudukan yang tidak dicapai oleh nabi yang diutus dan tidak
pula dicapai oleh malaikat yang dekat.
4. Dengan keburukan. Ketika
seorang hamba mendapat satu musibah atau menghadapi kesulitan maka setan akan
terus berusaha untuk menanamkan keresahan, kegelisahan hingga kehilangan
kontrol dalam sikap dan ucapan yang akhirnya keluar kata-kata kufur dan syirik.
Di samping itu juga sangat mungkin setan membisiki seorang hamba tadi agar
mengatasi masalah dengan cara yang melanggar syari’at seperti mengatasi
penyakit dengan menggunakan dukun, mengatasi kemiskinan dengan mencuri atau
merampok.
Untuk mengetahui lebih rinci
tentang program setan dan agar terhindar dari berbagai bahayanya, maka perlu
kita kaji surat An Nisa yang dengan rinci Allah menjelaskan program Iblis,
yaitu:
Dan mereka
tidak lain hanyalah menyembah setan yang durhaka, yang dila`nati Allah dan
setan itu mengatakan, "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba
Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya): (1)aku benar-benar akan
menyesatkan mereka, (2) akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, (3)
akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka
benar-benar memotongnya, dan (4) akan aku suruh mereka (merobah ciptaan Allah),
lalu benar-benar mereka merobahnya". Barangsiapa yang menjadikan setan
menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang
nyata (Q.S. 4: 117-119).
Semoga Allah Ta’ala memberikan pertolongan-Nya kepada kita untuk
mensyukuri nikmat-Nya dan menjadikan kita hamba-Nya yang pandai bersyukur.
Wallahu ‘alam
bish-shawab.
Renungan
HAti
Abu Alby
Bambang Wijonarso
Tidak ada komentar:
Posting Komentar