Renungan HAti.
Abu Alby Bambang Wijonarso
Ketika mendengar kalimat ‘Rejeki’ ini, kebanyakan orang
berpikir bahwa obyek yang sedang dibicarakan dalam kalimat tersebut adalah
rezeki duniawi, lebih khusus lagi adalah rezeki berupa harta. Kalau kita mau
mencermati, sebenarnya rezeki berupa harta adalah sebagian saja dari rezeki
yang Allah berikan kepada makhluk-Nya. Namun, sifat kebanyakan manusia yang
jauh dari rasa syukur dan lebih berorientasi dengan gemerlap dunia yang fana,
terkadang hanya membatasi rezeki dengan harta duniawi semata. Padahal
sesungguhnya Allah Ta’ala telah
banyak memberi rezeki kepada manusia dengan bentuk yang beragam
(Kesehatan, Ketaatan, Ketenangan, Makanan, Minuman, Rumah, Kendaraan, Istri
yang soleh, anak2 yang soleh, mudah bersilaturahi, mudah berzakat infaq dan
shodaqoh, mudah menjalankan perintah dan larangan Allah).
Tempat mencari rejeki adalah urusan dunia
sedangkan urusan akherat adalah aktifitas amal kebaikan menurut maunya Allah.
Jika
kita mengumpamakan
urusan akherat itu adalah menanam padi, sedangkan urusan dunia adalah menanam
alang2, maka kita bisa memastikan
jika kita menanam padi pasti alang-alang
akan tumbuh, sebaliknya jika menanam alang-alang
maka padi tidak akan pernah tumbuh.
Jadi
kesimpulannya jika kita lebih mendominankan mengejar urusan dunia dalam hal ini
adalah mencari rejeki (harta)
maka boleh jadi kita tidak ada kesempatan atau berkurang potensi untuk melakukan
amal kebaikan menurut maunya Allah.
Hal
ini sudah dipatenkan dari informasi Allah didalam al Qur'an Qs.Hud ayat 6.
Hal ini juga disampaikan oleh ulama besar tabi'in 1000 tahun yg lalu
yaitu.Ibnul Qayyim rahimakumullah berkat,“Fokuskanlah pikiranmu untuk
memikirkan apapun yang diperintahkan Allah kepadamu. Jangan menyibukkannya
dengan rezeki yang sudah dijamin untukmu. Karena rezeki dan ajal adalah dua hal
yang sudah dijamin, selama masih ada sisa ajal, rezeki pasti datang”.
Artinya
kita dalam memanfaatkan waktu dalam kehidupan
sehari-hari harus getol, betah, berjuang, berkorban,
berupaya, berfikir, belajar, berihtiar, untuk melaksanakan dan menyempurnakan
semua perintah dan larangan Allah.
Akan
tetapi kenyataan nya jika
berhadapan dengan segala yg berurusan akherat (perintah dan larangan Allah) boleh jadi berbeda/ terbalik!!..boleh jadi kita sangat
minimalis, hanya menggugurkan kewajiban, ban serep, kalau ada waktu, kalau ada
masalah, kalau ada maunya, kalau sudah tua, kalau sudah pensiun, sangat tdk
fokos dsb semua itu
Mari bersibu-sibuk
diri dengan sesuatu yg pasti kita bawa yaitu amal Soleh dan jangan bersibuk-sibuk diri dengan sesuatu yg
pasti kita akan tinggalkan yaitu
Amal salah (ngotot sama rejeki). Jangan
telat untuk sadar
diri dan baru sadar saat kematian tiba.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan
jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan
melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya
dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi
Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27).
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa dia
tidak akan memberi hamba Nya rezeki yang berlimpah-limpah, jika pemberian itu
berakibat membawa mereka kepada keangkuhan dan ketakaburan, sebagaimana firman
Allah SWT:
Artinya: Ketahuilah sesungguhnya
manusia benar-benar melampaui batas karena dia melihat dirinya serba cukup
(kaya). (Q.S. al Alaq: 6-7)
Cukuplah kiranya Karun dan Firaun menjadi
contoh yang buruk dalam hal ini. Tetapi Allah akan memberi mereka rezeki
sekadar yang akan mendatangkan kebaikan kepada mereka. Mungkin Dia menjadikan
hamba Nya kaya karena yang demikian itulah yang layak bagi mereka dan akan
mendatangkan kebaikan bagi mereka. Sebaliknya Dia akan menjadikan hamba Nya
miskin karena di sana terletak kebahagiaan dan kebaikan mereka, sebagaimana
dijelaskan hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh Anas ra.:
Artinya:
Dan sebagian hamba Ku ada yang kaya yang tidak dapat menjadikannya baik kecuali kekayaan, kalau Aku memakirkannya niscaya Aku merusak agamanya. Dan sebagian hamba Ku ada orang yang tidak baik kecuali kemiskinan, kalau Aku mengayakannya niscaya Aku merusak agamanya". (H.R. Anas r.a).
Dan sebagian hamba Ku ada yang kaya yang tidak dapat menjadikannya baik kecuali kekayaan, kalau Aku memakirkannya niscaya Aku merusak agamanya. Dan sebagian hamba Ku ada orang yang tidak baik kecuali kemiskinan, kalau Aku mengayakannya niscaya Aku merusak agamanya". (H.R. Anas r.a).
Abu Hani Al Khaulany berkata: "Saya mendengar Amr bin Khurait dan lainnya mengatakan bahwasanya ayat ini (ayat 27 ini ) diturunkan kepada ahlussuffah (penghuni beranda mesjid Nabi di Madinah); mereka bercita-cita memiliki harta benda (yang bertumpuk-tumpuk), mereka mencita-citakan kemegahan dunia.
Ayat
diatas (Qs.42 : 27) menerangkan bahwa Allah maha tahu atas kemampuan untuk
menerima rejeki sehingga ada ukuran tuk masing2 hambanya. Tujuan utama Allah
membeda2 kan atas ketetapan rejeki dengan ukuran/kadar
tertentu kepada hambanya adalah untuk
menguji siapa yang bersyukur dan siapa yang bersabar... jika ditakdirkan
kelebihan rejeki maka output yg diinginkan Allah adalah menjadi hamba yg bersyukur,
jika takdir disempitkan rejekinya maka
output yg diinginkan Allah adalah menjadi hamba yg bersabar.
Jika Allah -dengan hikmahNya- berkehendak
menutup salah satu jalan rezekimu, Dia pasti –dengan rahmatNya- membukan jalan
lain yang lebih bermanfaat bagimu. Renungkanlah keadaan janin, makanan datang
kepadanya, berupa darah dari satu jalan, yaitu pusar.
Lalu
ketika dia keluar dari perut ibunya dan terputus jalan rezeki itu, Allah
membuka untuknya DUA JALAN REZEKI yang lain [yakni dua puting susu ibunya], dan
Allah mengalirkan untuknya di dua jalan itu; rezeki yang lebih baik dan lebih
lezat dari rezeki yang pertama, itulah rezeki susu murni yang lezat.
Lalu
ketika masa menyusui habis, dan terputus dua jalan rezeki itu dengan sapihan,
Allah membuka EMPAT JALAN REZEKI lain yang lebih sempurna dari yang sebelumnya;
yaitu dua makanan dan dua minuman. Dua makanan = dari hewan dan tumbuhan. Dan
dua minuman = dari air dan susu serta segala manfaat dan kelezatan yang
ditambahkan kepadanya.
Lalu
ketika dia meninggal, terputuslah empat jalan rezeki ini, Namun Allah –Ta’ala-
membuka baginya -jika dia hamba yang beruntung- DELAPAN JALAN REZEKI, itulah
pintu-pintu surga yang berjumlah delapan, dia boleh masuk surga dari mana saja
dia kehendaki.
Dan
begitulah Allah Ta’ala, Dia tidak menghalangi hamba-Nya untuk mendapatkan
sesuatu, kecuali Dia berikan sesuatu yang lebih afdhol dan lebih bermanfaat
baginya. Dan itu tidak diberikan kepada selain orang mukmin, karenanya Dia
menghalanginya dari bagian yang rendahan dan murah, dan Dia tidak rela hal
tersebut untuknya, untuk memberinya bagian yang mulia dan berharga.” (Al
Fawaid, hal. 94, terbitan Maktabah Ar Rusyd, tahqiq: Salim bin ‘Ied Al Hilali).
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah
telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan
langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash)...
Tentunya
setelah kita berihtiar maksimal, berdoa dan bertawakal maka output nya hanya
dua yg diinginkan Allah bersyukur atau bersabar, baik dia ditakdirkan kaya
ataupun miskin.
Wallahu 'alam
Abu Alby Bambang wijonarso
Tidak ada komentar:
Posting Komentar